DISLOKASI SENDI - Mading UNSA

Mading UNSA

Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan

Breaking

Home Top Ad

Thursday, June 13, 2019

DISLOKASI SENDI



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan me lindungin beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menye diakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang.
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang memerlukan pertolongan segera. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligmen – ligmennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya sendi itu akan gampang mengalami dislokasi kembali. Apabila dislokasi itu disertai pula patah tulang, pembetulannya menjadi sulit dan harus dikerjakan di rumah sakit. Semakin awal usaha pengembalian sendi itu dikerjakan, semakin baik penyembuhannya.
B.       Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini ada beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :
      1. Apakah yang dimaksud dengan dislokasi sendi?
      2. Apakah penyebab terjadinya dislokasi sendi?
      3. Bagaimana tanda dan gejala dari dislokasi sendi? 
      4.  Bagaimana proses asuhan keperawatan pada dislokasi sendi?
C.      Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
      1.      Untuk mengetahui pengertian dislokasi sendi.
      2.      Untuk mengetahui penyebab terjadinya dislokasi sendi.
      3.      Untuk mengetahui tanda dan gejala dari dislokasi sendi.
      4.      Untuk mengetahui proses asuhan keperawatan pada dislokasi sendi.

BAB II
KONSEP DASAR MEDIS
A.      Definisi
Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis, atau Keluarnya (bercerainya)kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
B.       Klasifikasi
1.      Dislokasi Congenital, terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2.      Dislokasi Patologik, akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. Misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3.      Dislokasi Traumatik, kedaruratan ortopedi, karena struktur sendi yang terlibat, pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat. Bila tidak ditangani dapat terjadi nekrosis avaskuler (kematian jaringan akibat anoksia dan hilangnya pasokan darah). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan di sekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, saraf, dan sistem vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :
1.      Dislokasi Akut, umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
2.      Dislokasi Kronik
3.      Dislokasi Berulang. Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
C.    Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh :
1.      Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2.      Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor  biasanya menyebabkan dislokasi.
3.      Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa di atas lantai yang licin.
4.      Patologis : terjadinya ‘tear’ligament dan kapsul articuler yang merupakan
komponen vital penghubung tulang.
D.      Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai.
E.       Manifestasi Klinis
Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.
      1.      Nyeri
      2.      Perubahan kontur sendi
      3.      Perubahan panjang ekstremitas
      4.      Kehilangan mobilitas normal
      5.      Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
      6.      Deformitas 
      7.      Kekakuan.
F.       Macam-macam Dislokasi Sendi
1.      Dislokasi Sendi Rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena :
a)      Menguap atau terlalu lebar.
b)      Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali.

Tindakan Pertolongan :
a)      Rahang ditekan ke bawah dengan kedua ibu jari sudah dilindungi balutan
b)      Ibu jari tersebut diletakkan di geraham yang paling belakang
c)      Tekanan itu harus mantap tapi pelan – pelan
d)     Bersamaan dengan penekanan itu jari – jari yang lain mengangkat dagu penderita ke atas. Apabila berhasil rahang itu akan menutup dengan cepat dan keras.
e)      Setelah selesai untuk beberapa saat pasien tidak diperbolehkan terlalu sering membuka mulutnya.
2.      Dislokasi sendi bahu
a)      Klasifikasi : Dislokasi anterior, posterior, inferior dan dislokasi disertai dengan fraktur.
1)      Dislokasi anterior (preglenoid, subkorakoid, subklavikuler)
(a)    Mekanisme trauma :
Paling sering, Jatuh dalam posisi out strechted atau trauma pada skapula sendiri dan anggota gerak dalam posisi rotasi lateral sehingga kaput humerus menembus kapsul anterior sendi. Pada dislokasi anterior kaput humerus berada dibawah glenoid, subkorakoid dan subklavikuler.
(b)   Gambaran Klinis :
Nyeri hebat, gangguan gerakan sendi bahu, kontur sendi bahu rata karena kaput humerus bergeser kedepan.
(c)    Pengobatan
Dengan pembiusan umum :
i.     Metode hipocrates : penderita dibaringkan dilantai, anggota gerak ditarik keatas dan kaput humerus ditekan dengan kaki agar kembali ke tempatnya.
ii.   Metode kocher : penderita dibaringkan ditempat tidur dan ahli bedah berdiri di samping penderita. Cara : sendi siku fleksi 900 dan dilakukan traksi sesuai garis humerus, rotasi kearah lateral, lengan diadduksi dan sendi siku dibawa mendekati tubuh kearah garis tengah, lengan dirotasi ke medial sehingga tangan jatuh didaerah dada.
Tanpa pembiusan umum :
Teknik menggantung lengan : Penderita diberi petidin atau diazepam agar tercapai relaksasi maksimal, biarkan tidur tengkurap dan membiarkan lengan tergantung dipingggir tempat tidur. Setelah beberapa waktu dapat terjadi reduksi secara spontan. Setelah reposisi difiksasi didaerah thoraks selama 3-6 minggu agar tak terjadi dislokasi rekuren
(d)   Komplikasi :
Kerusakan nervus aksilaris, kerusakan pembuluh darah, tidak dapat direposisi, kaku sendi, dislokasi rekuren.
2)      Dislokasi posterior
Biasanya akibat trauma langsung pada sendi bahu dalam keadaan rotasi interna. Ditemukan adanya nyeri tekan serta benjolan dibagian belakang sendi. Pengobatan dilakukan dengan cara menarik lengan kedepan secara hati-hati dan rotasi eksterna serta imobilisasi selam 3-6 minggu.
3)      Dislokasi inferior
Akibat kaput humerus mengalami jepitan dibawah glenoid dimana lengan mengarah keatas sehingga terjadi dislokasi inferior. Ditangani dengan reposisi tertutup seperti pada dislokasi anterior, bila tidak berhasil dengan reposisi terbuka secara operasi.
4)      Dislokasi disertai dengan fraktur tuberositas mayor humerus
Biasanya tipe dislokasi anterior disertai dengan fraktur. Bila reposisi dilakukan pada daerah dislokasi maka fraktur akan tereposisi dan melekat kembali pada humerus.

3.      Dislokasi sendi siku
Biasanya penderita jatuh dengan posisi tangan out strechted dimana bagian distal humerus terdorong ke depan melalui kapsul anterior sedangkan radius dan ulna mengalami dislokasi ke posterior. Dislokasi umumnya posterior atau posterolateral. Terdapat nyeri disertai pembengkakan yang hebat disekitar sendi siku ketika siku dalam posisi semi fleksi, olecranon dapat teraba pada bagian belakang.
Pengobatan dengan reposisi, pada jam-jam pertama dapat tanpa pembiusan umum, setelah reposisi lengan difleksikan >900 dan dipertahankan dengan gips selama 3 minggu. Komplikasi: kekakuan sendi, trauma nervus medianus, trauma a.brakhialis.
4.      Dislokasi sendi lutut
Dislokasi ini sangat jarang terjadi, biasanya terjadi apabila penderita mendapat trauma dari depan dengan lutut dalam keadaan fleksi. Dislokasi dapat bersifat anterior, posterior, lateral, medial atau rotasi. Dislokasi anterior lebih sering ditemukan dimana tibia bergerak kedepan terhadap femur, trauma ini menimbulkan kerusakan pada kapsul, ligamen, yang besar dan sendi. Trauma juga dapat menyebabkan dislokasi yang terjadi disertai dengan kerusakan pada nervus peroneus dan arteri poplitea. Gambaran klinis dijumpai adanya trauma pada daerah lutut disertai pembengkakan, nyeri dan hamartrosis serta deformitas.
Pengobatan, tindakan reposisi dengan pembiusan harus dilakukan sesegera mungkin dan dilakukan aspirasi hamartrosis dan setelahnya dipasang bidai gips posisi 100 – 150 selama 1 minggu kemudian dipasang gips sirkuler iatas lutut selama 7-8 minggu, bila ternyata lutut tetap tak stabil (varus ataupun valgus) maka harus dilakukan operasi untuk erbaikan pada ligamen.
5.      Dislokasi sendi panggul
a)      Klasifikasi meliputi : dislokasi posterior,anterior dan sentral
1)      Dislokasi posterior
Trauma biasanya terjadi akibat kecelakaan lalu lintas dimana lutut dalam keadaan fleksi dan menabrak dengan keras yang berada di bagian depan lutut, dapat juga terjadi pada saat mengendarai sepeda motor.
Klasifikasi, untuk rencana pengobatan (Thompson Epstein) :
i.       Tipe I : kecil
ii.     Tipe II : dislokasi tanpa fraktur atau dengan fragmen tulang yang posterior acetabulum.
iii.   Tipe III : dislokasi dengan fraktur bibir acetabulum yang komunitif
iv.   Tipe IV : dislokasi dengan fraktur dasar acetabulum
v.     Tipe V : dislokasi dengan fraktur kaput femur.
Penderita biasanya datang setelah suatu trauma yang hebat dengan keluhan nyeri dan deformitas pada daerah sendi panggul. Sendi panggul teraba menonjol kebelakang dalam posisi adduksi, fleksi dan rotasi interna. Terdapat pemendekan anggota gerak bawah.
Pengobatan dengan reposisi secepatnya dengan pembiusan umum disertai relaksasi secukupnya. Penderita dibaringkan di lantai dan membantu menahan panggul. Sendi panggul difleksikan serta lutut difleksi 900 dan kemudian dilakukan tarikan pada paha secara vertical. Setelah direposisi, stabilitas sendi diperiksa apakah sendi panggul dapat didislokasi dengan cara menggerakkan secara vertical pada sendi panggul. Untuk kasus yang melibatkan penanganan fragmen tulang membutuhkan tindakan operatif. Traksi kulit 4-6 minggu, setelah itu tak menginjakkan kaki dan menggunakan tongkat selama 3 bulan.
Komplikasi dini berupa kerusakan nervus skiatik, kerusakan kaput femur, dan fraktur diafisis femur. Komplikasi lanjut berupa nekrosis vaskuler, osteoarthritis, dan dislokasi yang tak dapat direduksi.
2)      Dislokasi anterior
Dislokasi anterior terjadi pada trauma jika tungkai terkangkang, lutut lurus, punggung bungkuk ke arah depan dan ada puntiran ke belakang. Dapat akibat kecelakaan lalulintas, jatuh dari ketinggian atau trauma dari belakang saat berjongkok dan posisi penderita dalam keadaan abduksi yang dipaksakan, leher femur atau throkanter menabrak acetabulum dan terjungkir keluar melalui robekan kapsul anterior.
Gambaran klinis, tungkai bawah dalam keadaan rotasi eksterna, abduksi dan sedikit fleksi, tungkai tak mengalami pemendekan karena perlekatan otot rectus femur mencegah kaput femur bergeser ke proximal, terdapat benjolan didepan daerah inguinal dimana kaput femur dapat diraba dengan mudah, sendi panggul sulit digerakkan. Pengobatan dilakukan dengan reposisi seperti pada dislokasi posterior, dilakukan adduksi pada dislokasi anterior. Komplikasi tersering adalah nekrosis avaskuler.
3)      Dislokasi sentral
Terjadi apabila kaput femur terdorong ke dinding medial acetabulum pada rongga panggul, kapsul tetap utuh. Terdapat perdarahan dan pembengkakan didaerah tungkai proximal tetapi posisi tetap normal, nyeri tekan pada daerah throchanter, dan gerakan sendi panggul terbatas. Pengobatan dengan melakukan reposisi dan traksi selama 4- 6 minggu, setelah itu diperbolehkan berjalan dengan penopang berat badan.
G.      Pemeriksaan Penunjang
1.      Foto X-ray, untuk menentukan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur
2.    Foto rontgen, menentukan luasnya degenerasi dan mengesampingkan malignasi.
3.    Pemeriksaan radiologi, tampak tulang lepas dari sendi
4.    Pemeriksaan laboratorium, darah lengkap dapat dilihat adanya  tanda-tanda infeksi seperti peningkatan leukosit.
H.      Penatalaksanaan
Sendi yang terkena harus diimobilisasi saat pasien dipindahkan. Dislokasi direduksi (misalnya bagian yang bergeser dikembalikan ke tempat semula yang normal), biasanya di bawah anastesia. Kaput tulang yang mengalami dislokasi harus dimanipulasi dikembalikan ke rongga sendi. Sendi kemudian diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips, atau traksi dan dijaga tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi, gerakan aktif lembut tiga atau empat kali sehari dapat mengembalikan kisaran gerakan sendi. Sendi harus tetap disangga di antara dua saat latihan.
Perhatian keperawatan ditujukan pada pemberian kenyamanan, mengevaluasi status neurovaskuler, dan melindungi sendi selama masa penyembuhan. Pasien harus belajar bagaimana mengelola alat imobilisasi dan bagaimana melindungi sendi dari cedera ulang.
I.         Komplikasi
1.      Komplikasi Dini
a.       Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera, pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut.
b.      Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.
c.       Fraktur Dislokasi

2.      Komplikasi lanjut
a.       Kekakuan sendi bahu : Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi lateral ,yang secara otomatis membatasi Abduksi.
b.      Dislokasi yang berulang
c.       Kelemahan otot.
3.      Komplikasi yang dapat menyertai dislokasi antara lain :
a)      Fraktur.
b)      Kontraktur.
c)      Trauma jaringan.
4.      Komplikasi yang dapat terjadi akibat pemasangan traksi :
a)      Dekubitus
b)      Kongesti paru dan pneumonia
c)      Konstipasi
d)     Anoreksia
e)      Stasis dan infeksi kemih
f)       Trombosis vena dalam

BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A.      Pengkajian
1.      Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2.      Pengkajian primer
a)      Airway : Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
b)      Breathing : Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
c)      Circulation : TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
3.      Pengkajian sekunder
a)      Aktivitas/istirahat
i.     kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
ii.   Keterbatasan mobilitas
b)      Sirkulasi
i.     Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
ii.   Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
iii. Tachikardi
iv. Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
v.   Capilary refil melambat
vi. Pucat pada bagian yang terkena
vii.    Masa hematoma pada sisi cedera
c)      Neurosensori
i.     Kesemutan
ii.   Kelemahan
iii. Deformitas lokal, agulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi.
iv. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri / anxietas
d)      Kenyamanan
i.     Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan tulang, dapat berkurang deengan imobilisasi) tak ada nyeri akibat kerusakan syaraf.
ii.   Spasme / kram otot (setelah immobilisasi).
e)      Keamanan
i.     laserasi kulit
ii.   perdarahan
iii. perubahan warna
iv. pembengkakan local
f)       Selain pengkajian diatas, pada kasus dislokasi juga perlu dilakukan pengkajian berupa :
1)      Anamnesis :
i.      Ada trauma
ii.    Mekanisme trauma yang sesuai, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi anterior sendi bahu
iii.  Ada rasa sendi keluar
iv.  Bila trauma minimal, hal ini dapat terjadi pada dislokasi rekurens atau habitual
v.    Oedema
vi.  Sulut/tidak dapat bergerak
2)      Pemeriksaan Klinis :
i.      Deformitas
Hilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya deltoid yang rata pada dislokasi bahu. Pemendekan atau pemanjangan (misalnya dislokasi anterior sendi panggul). Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu, misalnya dislokasi posterior sendi panggul kedudukan panggul endorotasi, fleksi dan adduksi.
ii.    Nyeri
iii.  Funcio laesa, misalnya bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi bahu anterior.
B.       Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri akut berhubungan dengan pergeseran sendi ditandai dengan adanya trauma jaringan dan tulang.
2.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan pergesaran sendi ditandai dengan kekakuan pada sendi; dilakukannya reposisi ditandai dengan pembidaian.
3.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh
4.      Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ansietas dan kurang nafsu makan.
5.      Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya dan perubahan citra tubuh.
C.      Intervensi dan Rasional
No. Dx
Tujuan
Kriteria Hasil
Tindakan Keperawatan
Rasional
1
Nyeri yang dirasakan  pasien berkurang
Setelah diberi asuhan keperawatan diharapkan:
a.    Pasien tampak tenang
b.    Pasien tidak meringis

Mandiri :
a.     Kaji lokasi dan skala nyeri
b.    Observasi TTV


c.     Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi


Kolaborasi :
Berikan obat analgesic sesuai indikasi


a.    Untuk menentukan rencana yang tepat

b.   Untuk mengetahui perkembangan pasien

c.    Untuk mengalihkan perhatian agar pasien tidak terfokus pada nyeri.

Membantu mengurangi nyeri.

2
Pasien dapat melakukan kembali mobilitas secara normal.
Setelah diberi asuhan keperawatan diharapkan :
a.   Pasien dapat melakukan aktivitas kembali
b.   Dapat mempertahankan gerakan sendi secara maksimal
c.   Kekuatan otot pasien maksimal
d.  Integritas kulit utuh.

Mandiri :
a.  Kaji kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.
b.  Monitor fungsi motorik dan sensorik setiap hari
c.  Lakukan latihan ROM secara pasif.
d. Ganti posisi tiap 2 jam sekali

e.  Observasi keadaan kulit
f.   Berikan perawatan kulit dengan cermat seperti massage dan memberi pelembab ganti linen atau pakaian yang basah.

Kolaborasi :
Koordinasikan aktivitas dengan ahli physioterapi.


a.   Mengidentifikasi masalah utama terjadinya gangguan mobilitas fisik.




b.  Menentukan kemampuan mobilisasi


c.   Mencegah terjadinya kontraktur.
d.  Penekanan terus-menerus menimbulkan dekubitus.
e.   Mencegah secara dini dekubitus.
f.   Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan dekubitus.







Kolaborasi penanganan physiotherapy

3
Pasien dapat mengatasi body imagenya.
a.   pasien dapat menerima keadaan body imagenya.
b.   Pasien dapat menerima perubahan dari bentuk tubuhnya.
a.     Kaji konsep diri pasien

b.     Kembangkan BHSP dengan pasien
c.     Bantu pasien mengungkapkan masalahnya


d.    Bantu pasien mengatasi masalahnya.
a.    Dapat mengetahui pasien

b.    Menjalin saling percaya pada pasien
c.    Menjadi tempat bertanya pasien untuk mengungkapkan masalahnya.

d.   mengetahui masalah pasien dan dapat memecahkannya
4
Kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi.
a.     Menunujukkan peningkatan /mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal.
b.     Tidak mengalami tanda mal nutrisi.
c.     Menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai.

a.    Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai
b.    Observasi dan catat masukkan makanan pasien
c.    Timbang berat badan setiap hari.


d.   Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan
e.    Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan
f.     Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut.
g.    Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.


h.    Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.

i.      Kolaborasi ;pantau hasil pemeriksaan laboratorium


a.    Mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi

b.    Mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
c.    Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi
d.   Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster


e.    Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.



f.     Meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi.


g.    Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
h.    Membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual
i.      Meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
5
Ansietas yang dirasakan pasien dapat teratasi.
a.    klien tampak rileks
b.    klien tidak tampak bertanya – tanya

a.    kaji tingkat ansietas klien



b.    Bantu pasien  mengungkapkan rasa cemas atau takutnya
c.    Kaji pengetahuan Pasien tentang prosedur yang akan dijalaninya.
d.   Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani pasien
a.    mengetahui tingkat kecemasan pasien dan menentukan intervensi selanjutnya.
b.    Menggali pengetahuan dari pasien dan mengurangi kecemasan pasien
c.    Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien dengan penyakitnya


d.   Agar pasien mengerti tentang penyakitnya dan tidak cemas lagi




BAB IV
PENUTUP
A.      Kesimpulan
1.      Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).
2.      Klasifikasi dislokasi sendi yaitu : Dislokasi Congenital, terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan; Dislokasi Patologik, akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. Misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang; dan, Dislokasi Traumatik, kedaruratan ortopedi, karena struktur sendi yang terlibat, pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat.
3.      Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).
B.       Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Dislokasi Sendi.
http://www.scribd.com/doc/34821840/Dislokasi-tulang. Diakses pada tanggal 08 April 2013, pukul 09.00 am

Anonim. 2011. Dislokasi sendi.

http://www.thecrowdvoice.com/post/dislokasi-kesleo-7139234.html . Diakses pada tanggal 08 April 2013, pukul 09.43 am


Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Doenges, Marilynn E, dkk.2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. Jakarta : EGC
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Edisi 8 Volume 3. Jakarta : EGC

 

No comments:

Post a Comment