BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Skelet
atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan me lindungin beberapa organ lunak, terutama dalam
tengkorak dan panggul. Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan
dan menye diakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi
tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus
di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan
terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang.
Dislokasi
adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini
dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh
komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang
yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah
karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi
rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi
merupakan suatu kedaruratan yang memerlukan pertolongan segera. Sebuah sendi yang
pernah mengalami dislokasi, ligmen – ligmennya biasanya menjadi kendor.
Akibatnya sendi itu akan gampang mengalami dislokasi kembali. Apabila dislokasi
itu disertai pula patah tulang, pembetulannya menjadi sulit dan harus
dikerjakan di rumah sakit. Semakin awal usaha pengembalian sendi itu
dikerjakan, semakin baik penyembuhannya.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam penulisan makalah ini ada beberapa
rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :
1. Apakah
yang dimaksud dengan dislokasi sendi?
2. Apakah penyebab terjadinya dislokasi sendi?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari dislokasi sendi?
4. Bagaimana proses asuhan keperawatan pada dislokasi sendi?
2. Apakah penyebab terjadinya dislokasi sendi?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari dislokasi sendi?
4. Bagaimana proses asuhan keperawatan pada dislokasi sendi?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk
mengetahui pengertian dislokasi sendi.
2. Untuk
mengetahui penyebab terjadinya dislokasi sendi.
3. Untuk
mengetahui tanda dan gejala dari dislokasi sendi.
4. Untuk
mengetahui proses asuhan keperawatan pada dislokasi sendi.
BAB II
KONSEP DASAR MEDIS
A.
Definisi
Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang
yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis, atau Keluarnya
(bercerainya)kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu
kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. Dislokasi dapat disebabkan
oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak
lahir (kongenital).
Dislokasi adalah terlepasnya
kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya
komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari
tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat
mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi
rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah
mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada
olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena
terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga
terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya
biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
B.
Klasifikasi
1. Dislokasi
Congenital, terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi
Patologik, akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. Misalnya
tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang
yang berkurang.
3. Dislokasi
Traumatik, kedaruratan ortopedi, karena struktur sendi yang terlibat, pasokan
darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat. Bila tidak ditangani
dapat terjadi nekrosis avaskuler (kematian jaringan akibat anoksia dan
hilangnya pasokan darah). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat
mengeluarkan tulang dari jaringan di sekeilingnya dan mungkin juga merusak
struktur sendi, ligamen, saraf, dan sistem vaskular. Kebanyakan terjadi pada
orang dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :
1. Dislokasi Akut, umumnya terjadi pada
shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar
sendi.
2. Dislokasi Kronik
3. Dislokasi Berulang. Jika suatu trauma
Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan
trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada
shoulder joint dan patello femoral joint.
Dislokasi biasanya sering dikaitkan
dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang
yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
C.
Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak
bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat
bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering
mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja
menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan
olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa di atas lantai yang licin.
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa di atas lantai yang licin.
4.
Patologis
: terjadinya ‘tear’ligament dan kapsul articuler yang merupakan
komponen vital penghubung tulang.
komponen vital penghubung tulang.
D.
Patofisiologi
Penyebab
terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital yang
mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas
sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan
dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur
sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi
mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah,
perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang
terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan
adanya reposisi dengan cara dibidai.
E.
Manifestasi Klinis
Nyeri
terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan
menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau
pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah
klavikula.
1.
Nyeri
2.
Perubahan kontur sendi
3.
Perubahan panjang ekstremitas
4.
Kehilangan mobilitas normal
5.
Perubahan sumbu tulang yang mengalami
dislokasi
6.
Deformitas
7. Kekakuan.
7. Kekakuan.
F. Macam-macam Dislokasi Sendi
1. Dislokasi Sendi Rahang
Dislokasi sendi rahang
dapat terjadi karena :
a)
Menguap atau terlalu lebar.
b)
Terkena pukulan keras ketika rahang
sedang terbuka, akibatnya penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali.
Tindakan Pertolongan :
a)
Rahang ditekan ke bawah dengan kedua ibu
jari sudah dilindungi balutan
b)
Ibu jari tersebut diletakkan di geraham
yang paling belakang
c)
Tekanan itu harus mantap tapi pelan –
pelan
d)
Bersamaan dengan penekanan itu jari –
jari yang lain mengangkat dagu penderita ke atas. Apabila berhasil rahang itu
akan menutup dengan cepat dan keras.
e)
Setelah selesai untuk beberapa saat
pasien tidak diperbolehkan terlalu sering membuka mulutnya.
2. Dislokasi
sendi bahu
a) Klasifikasi : Dislokasi anterior,
posterior, inferior dan dislokasi disertai dengan fraktur.
1) Dislokasi anterior (preglenoid,
subkorakoid, subklavikuler)
(a) Mekanisme trauma :
Paling
sering, Jatuh dalam posisi out strechted atau trauma pada skapula sendiri dan
anggota gerak dalam posisi rotasi lateral sehingga kaput humerus menembus
kapsul anterior sendi. Pada dislokasi anterior kaput humerus berada dibawah
glenoid, subkorakoid dan subklavikuler.
(b) Gambaran Klinis :
Nyeri
hebat, gangguan gerakan sendi bahu, kontur sendi bahu rata karena kaput humerus
bergeser kedepan.
(c) Pengobatan
Dengan
pembiusan umum :
i. Metode hipocrates : penderita
dibaringkan dilantai, anggota gerak ditarik keatas dan kaput humerus ditekan
dengan kaki agar kembali ke tempatnya.
ii. Metode kocher : penderita
dibaringkan ditempat tidur dan ahli bedah berdiri di samping penderita. Cara :
sendi siku fleksi 900 dan dilakukan traksi sesuai garis humerus, rotasi kearah
lateral, lengan diadduksi dan sendi siku dibawa mendekati tubuh kearah garis
tengah, lengan dirotasi ke medial sehingga tangan jatuh didaerah dada.
Tanpa pembiusan umum :
Teknik menggantung lengan : Penderita
diberi petidin atau diazepam agar tercapai relaksasi maksimal, biarkan tidur
tengkurap dan membiarkan lengan tergantung dipingggir tempat tidur. Setelah
beberapa waktu dapat terjadi reduksi secara spontan. Setelah reposisi difiksasi
didaerah thoraks selama 3-6 minggu agar tak terjadi dislokasi rekuren
(d) Komplikasi :
Kerusakan
nervus aksilaris, kerusakan pembuluh darah, tidak dapat direposisi, kaku sendi,
dislokasi rekuren.
2) Dislokasi posterior
Biasanya akibat trauma langsung pada sendi bahu dalam keadaan
rotasi interna. Ditemukan adanya nyeri tekan serta benjolan dibagian belakang sendi.
Pengobatan dilakukan dengan cara menarik lengan kedepan secara hati-hati dan
rotasi eksterna serta imobilisasi selam 3-6 minggu.
3) Dislokasi inferior
Akibat
kaput humerus mengalami jepitan dibawah glenoid dimana lengan mengarah keatas
sehingga terjadi dislokasi inferior. Ditangani dengan reposisi tertutup seperti
pada dislokasi anterior, bila tidak berhasil dengan reposisi terbuka secara
operasi.
4) Dislokasi disertai dengan fraktur
tuberositas mayor humerus
Biasanya
tipe dislokasi anterior disertai dengan fraktur. Bila reposisi dilakukan pada
daerah dislokasi maka fraktur akan tereposisi dan melekat kembali pada humerus.
3.
Dislokasi sendi siku
Biasanya penderita jatuh dengan posisi tangan out strechted
dimana bagian distal humerus terdorong ke depan melalui kapsul anterior
sedangkan radius dan ulna mengalami dislokasi ke posterior. Dislokasi umumnya
posterior atau posterolateral. Terdapat nyeri disertai pembengkakan yang hebat
disekitar sendi siku ketika siku dalam posisi semi fleksi, olecranon dapat
teraba pada bagian belakang.
Pengobatan
dengan reposisi, pada jam-jam pertama dapat tanpa pembiusan umum, setelah reposisi
lengan difleksikan >900 dan dipertahankan dengan gips selama 3
minggu. Komplikasi: kekakuan sendi, trauma nervus medianus, trauma
a.brakhialis.
4.
Dislokasi sendi lutut
Dislokasi ini sangat jarang terjadi, biasanya
terjadi apabila penderita mendapat trauma dari depan dengan lutut dalam keadaan
fleksi. Dislokasi dapat bersifat anterior, posterior, lateral, medial atau
rotasi. Dislokasi anterior lebih sering ditemukan dimana tibia bergerak kedepan
terhadap femur, trauma ini menimbulkan kerusakan pada kapsul, ligamen, yang
besar dan sendi. Trauma juga dapat menyebabkan dislokasi yang terjadi disertai
dengan kerusakan pada nervus peroneus dan arteri poplitea. Gambaran klinis
dijumpai adanya trauma pada daerah lutut disertai pembengkakan, nyeri dan
hamartrosis serta
deformitas.
Pengobatan, tindakan reposisi dengan
pembiusan harus dilakukan sesegera mungkin dan dilakukan aspirasi hamartrosis
dan setelahnya dipasang bidai gips posisi 100 – 150 selama
1 minggu kemudian dipasang gips sirkuler iatas lutut selama 7-8 minggu, bila
ternyata lutut tetap tak stabil (varus ataupun valgus) maka harus dilakukan
operasi untuk erbaikan pada ligamen.
5.
Dislokasi sendi panggul
a) Klasifikasi meliputi : dislokasi
posterior,anterior dan sentral
1) Dislokasi posterior
Trauma biasanya terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas dimana lutut dalam keadaan fleksi dan menabrak dengan
keras yang berada di bagian depan lutut, dapat juga terjadi pada saat
mengendarai sepeda motor.
Klasifikasi,
untuk rencana pengobatan (Thompson Epstein) :
i. Tipe I : kecil
ii. Tipe II : dislokasi tanpa fraktur
atau dengan fragmen tulang yang posterior acetabulum.
iii. Tipe III : dislokasi dengan fraktur
bibir acetabulum yang komunitif
iv. Tipe IV : dislokasi dengan fraktur
dasar acetabulum
v.
Tipe
V : dislokasi dengan fraktur kaput femur.
Penderita
biasanya datang setelah suatu trauma yang hebat dengan keluhan nyeri dan
deformitas pada daerah sendi panggul. Sendi panggul teraba menonjol kebelakang
dalam posisi adduksi, fleksi dan rotasi interna. Terdapat pemendekan anggota
gerak bawah.
Pengobatan
dengan reposisi secepatnya dengan pembiusan umum disertai relaksasi secukupnya.
Penderita dibaringkan di lantai dan membantu menahan panggul. Sendi panggul
difleksikan serta lutut difleksi 900 dan kemudian dilakukan tarikan
pada paha secara vertical. Setelah direposisi, stabilitas sendi diperiksa
apakah sendi panggul dapat didislokasi dengan cara menggerakkan secara vertical
pada sendi panggul. Untuk kasus yang melibatkan penanganan fragmen tulang
membutuhkan tindakan operatif. Traksi kulit 4-6 minggu, setelah itu tak menginjakkan
kaki dan menggunakan tongkat selama 3 bulan.
Komplikasi dini berupa kerusakan
nervus skiatik, kerusakan kaput femur, dan fraktur diafisis femur. Komplikasi
lanjut berupa nekrosis vaskuler, osteoarthritis, dan dislokasi yang tak dapat
direduksi.
2) Dislokasi anterior
Dislokasi
anterior terjadi pada trauma jika tungkai terkangkang, lutut lurus, punggung
bungkuk ke arah depan dan ada puntiran ke belakang. Dapat akibat kecelakaan lalulintas,
jatuh dari ketinggian atau trauma dari belakang saat berjongkok dan posisi
penderita dalam keadaan abduksi yang dipaksakan, leher femur atau throkanter
menabrak acetabulum dan terjungkir keluar melalui robekan kapsul anterior.
Gambaran klinis, tungkai bawah dalam
keadaan rotasi eksterna, abduksi dan sedikit fleksi, tungkai tak mengalami
pemendekan karena perlekatan otot rectus femur mencegah kaput femur bergeser ke
proximal, terdapat benjolan didepan daerah inguinal dimana kaput femur dapat
diraba dengan mudah, sendi panggul sulit digerakkan. Pengobatan dilakukan
dengan reposisi seperti pada dislokasi posterior, dilakukan adduksi pada
dislokasi anterior. Komplikasi tersering adalah nekrosis avaskuler.
3) Dislokasi sentral
Terjadi apabila kaput femur
terdorong ke dinding medial acetabulum pada rongga panggul, kapsul
tetap utuh. Terdapat perdarahan dan pembengkakan didaerah tungkai proximal
tetapi posisi tetap normal, nyeri tekan pada daerah throchanter, dan gerakan
sendi panggul terbatas. Pengobatan dengan melakukan reposisi dan traksi selama
4- 6 minggu, setelah itu diperbolehkan berjalan dengan penopang berat badan.
G. Pemeriksaan Penunjang
1.
Foto X-ray, untuk menentukan arah dislokasi dan apakah
disertai fraktur
2. Foto
rontgen, menentukan luasnya degenerasi dan mengesampingkan malignasi.
3. Pemeriksaan
radiologi, tampak tulang lepas dari sendi
4.
Pemeriksaan laboratorium, darah lengkap dapat dilihat
adanya tanda-tanda infeksi seperti
peningkatan leukosit.
H.
Penatalaksanaan
Sendi yang terkena harus diimobilisasi saat
pasien dipindahkan. Dislokasi direduksi (misalnya bagian yang bergeser
dikembalikan ke tempat semula yang normal), biasanya di bawah anastesia. Kaput
tulang yang mengalami dislokasi harus dimanipulasi dikembalikan ke rongga
sendi. Sendi kemudian diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips, atau traksi
dan dijaga tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah
reduksi, gerakan aktif lembut tiga atau empat kali sehari dapat mengembalikan
kisaran gerakan sendi. Sendi harus tetap disangga di antara dua saat latihan.
Perhatian keperawatan ditujukan pada
pemberian kenyamanan, mengevaluasi status neurovaskuler, dan melindungi sendi
selama masa penyembuhan. Pasien harus belajar bagaimana mengelola alat
imobilisasi dan bagaimana melindungi sendi dari cedera ulang.
I.
Komplikasi
1.
Komplikasi Dini
a. Cedera
saraf : saraf aksila dapat cedera, pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid
dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut.
b. Cedera
pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.
c. Fraktur
Dislokasi
2. Komplikasi
lanjut
a. Kekakuan
sendi bahu : Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu,
terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi
lateral ,yang secara otomatis membatasi Abduksi.
b. Dislokasi
yang berulang
c. Kelemahan
otot.
3. Komplikasi
yang dapat menyertai dislokasi antara lain :
a)
Fraktur.
b)
Kontraktur.
c)
Trauma jaringan.
4.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat
pemasangan traksi :
a)
Dekubitus
b)
Kongesti paru dan pneumonia
c)
Konstipasi
d)
Anoreksia
e)
Stasis dan infeksi kemih
f)
Trombosis vena dalam
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat,
agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2.
Pengkajian primer
a)
Airway : Adanya sumbatan/obstruksi jalan
napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
b)
Breathing : Kelemahan menelan/ batuk/
melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur,
suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
c)
Circulation : TD dapat normal atau
meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung
normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin,
sianosis pada tahap lanjut.
3.
Pengkajian sekunder
a)
Aktivitas/istirahat
i.
kehilangan fungsi pada bagian yang
terkena
ii.
Keterbatasan mobilitas
b)
Sirkulasi
i.
Hipertensi ( kadang terlihat sebagai
respon nyeri/ansietas)
ii.
Hipotensi ( respon terhadap kehilangan
darah)
iii. Tachikardi
iv. Penurunan
nadi pada bagiian distal yang cidera
v.
Capilary refil melambat
vi. Pucat
pada bagian yang terkena
vii.
Masa hematoma pada sisi cedera
c)
Neurosensori
i.
Kesemutan
ii.
Kelemahan
iii. Deformitas
lokal, agulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme
otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi.
iv. Agitasi
(mungkin berhubungan dengan nyeri / anxietas
d)
Kenyamanan
i.
Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera
(mungkin terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan tulang, dapat berkurang
deengan imobilisasi) tak ada nyeri akibat kerusakan syaraf.
ii.
Spasme / kram otot (setelah
immobilisasi).
e)
Keamanan
i.
laserasi kulit
ii.
perdarahan
iii. perubahan
warna
iv. pembengkakan
local
f)
Selain pengkajian diatas, pada kasus
dislokasi juga perlu dilakukan pengkajian berupa :
1)
Anamnesis :
i.
Ada trauma
ii.
Mekanisme trauma yang sesuai, misalnya
trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi anterior sendi bahu
iii. Ada
rasa sendi keluar
iv. Bila
trauma minimal, hal ini dapat terjadi pada dislokasi rekurens atau habitual
v.
Oedema
vi. Sulut/tidak
dapat bergerak
2)
Pemeriksaan Klinis :
i.
Deformitas
Hilangnya tonjolan tulang yang
normal, misalnya deltoid yang rata pada dislokasi bahu. Pemendekan atau
pemanjangan (misalnya dislokasi anterior sendi panggul). Kedudukan yang khas
untuk dislokasi tertentu, misalnya dislokasi posterior sendi panggul kedudukan
panggul endorotasi, fleksi dan adduksi.
ii.
Nyeri
iii. Funcio
laesa, misalnya bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi bahu anterior.
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri akut berhubungan dengan pergeseran
sendi ditandai dengan adanya trauma jaringan dan tulang.
2.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan pergesaran sendi ditandai dengan kekakuan pada sendi; dilakukannya
reposisi ditandai dengan pembidaian.
3.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan deformitas
dan perubahan bentuk tubuh
4.
Risiko perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ansietas dan kurang nafsu makan.
5.
Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang penyakitnya dan perubahan citra tubuh.
C. Intervensi dan Rasional
No. Dx
|
Tujuan
|
Kriteria Hasil
|
Tindakan Keperawatan
|
Rasional
|
1
|
Nyeri yang dirasakan pasien
berkurang
|
Setelah diberi asuhan keperawatan diharapkan:
a.
Pasien tampak
tenang
b.
Pasien tidak
meringis
|
Mandiri :
a.
Kaji lokasi
dan skala nyeri
b.
Observasi TTV
c.
Ajarkan
tekhnik distraksi dan relaksasi
Kolaborasi :
Berikan obat analgesic sesuai indikasi
|
a.
Untuk
menentukan rencana yang tepat
b.
Untuk
mengetahui perkembangan pasien
c.
Untuk
mengalihkan perhatian agar pasien tidak terfokus pada nyeri.
Membantu mengurangi nyeri.
|
2
|
Pasien dapat melakukan kembali mobilitas secara normal.
|
Setelah diberi asuhan
keperawatan diharapkan :
a.
Pasien dapat
melakukan aktivitas kembali
b.
Dapat
mempertahankan gerakan sendi secara maksimal
c.
Kekuatan otot
pasien maksimal
d.
Integritas
kulit utuh.
|
Mandiri :
a.
Kaji kembali kemampuan
dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.
b.
Monitor
fungsi motorik dan sensorik setiap hari
c.
Lakukan
latihan ROM secara pasif.
d.
Ganti posisi
tiap 2 jam sekali
e.
Observasi
keadaan kulit
f.
Berikan
perawatan kulit dengan cermat seperti massage dan memberi pelembab ganti
linen atau pakaian yang basah.
Kolaborasi :
Koordinasikan aktivitas dengan
ahli physioterapi.
|
a.
Mengidentifikasi
masalah utama terjadinya gangguan mobilitas fisik.
b.
Menentukan
kemampuan mobilisasi
c.
Mencegah terjadinya
kontraktur.
d.
Penekanan
terus-menerus menimbulkan dekubitus.
e.
Mencegah
secara dini dekubitus.
f.
Meningkatkan
sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan dekubitus.
Kolaborasi penanganan
physiotherapy
|
3
|
Pasien dapat mengatasi body imagenya.
|
a.
pasien dapat menerima keadaan
body imagenya.
b.
Pasien dapat menerima perubahan
dari bentuk tubuhnya.
|
a. Kaji konsep diri pasien
b. Kembangkan BHSP dengan pasien
c. Bantu pasien mengungkapkan masalahnya
d. Bantu pasien mengatasi masalahnya.
|
a. Dapat mengetahui pasien
b. Menjalin saling percaya pada pasien
c. Menjadi tempat bertanya pasien untuk mengungkapkan
masalahnya.
d. mengetahui masalah pasien dan dapat memecahkannya
|
4
|
Kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi.
|
a.
Menunujukkan
peningkatan /mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal.
b.
Tidak
mengalami tanda mal nutrisi.
c.
Menunjukkan
perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan
berat badan yang sesuai.
|
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai
b. Observasi dan catat masukkan makanan pasien
c. Timbang berat badan setiap hari.
d. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan
atau makan diantara waktu makan
e. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan
dan gejala lain yang berhubungan
f. Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum
dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut.
g. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa
oral luka.
h. Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
i. Kolaborasi ;pantau hasil pemeriksaan laboratorium
|
a. Mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi
b. Mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan
konsumsi makanan
c. Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas
intervensi nutrisi
d. Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan
mencegah distensi gaster
e. Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia)
pada organ.
f. Meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral.
Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi.
g. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan
bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
h. Membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan
individual
i. Meningkatakan efektivitas program pengobatan,
termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
|
5
|
Ansietas yang dirasakan pasien dapat
teratasi.
|
a.
klien
tampak rileks
b. klien tidak tampak bertanya – tanya
|
a. kaji tingkat ansietas klien
b. Bantu pasien mengungkapkan rasa cemas atau
takutnya
c. Kaji pengetahuan Pasien tentang prosedur yang akan
dijalaninya.
d. Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang
akan dijalani pasien
|
a. mengetahui tingkat kecemasan pasien dan menentukan
intervensi selanjutnya.
b. Menggali
pengetahuan dari pasien dan mengurangi kecemasan pasien
c. Untuk mengetahui tingkat
pengetahuan pasien dengan penyakitnya
d. Agar pasien mengerti tentang penyakitnya dan tidak
cemas lagi
|
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang
dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang
bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya
(dari mangkuk sendi).
2. Klasifikasi
dislokasi sendi yaitu : Dislokasi Congenital, terjadi sejak lahir akibat
kesalahan pertumbuhan; Dislokasi Patologik, akibat penyakit sendi dan atau
jaringan sekitar sendi. Misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini
disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang; dan, Dislokasi Traumatik,
kedaruratan ortopedi, karena struktur sendi yang terlibat, pasokan darah,
susunan saraf rusak dan mengalami stress berat.
3.
Dislokasi
dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired)
atau karena sejak lahir (kongenital).
B. Saran
Penulis menyadari masih
banyak terdapat kekurangan
pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang
membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di
kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya
dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Dislokasi
Sendi.
http://www.scribd.com/doc/34821840/Dislokasi-tulang. Diakses pada tanggal 08 April 2013, pukul 09.00 am
Anonim. 2011. Dislokasi sendi.
http://www.thecrowdvoice.com/post/dislokasi-kesleo-7139234.html . Diakses pada tanggal 08 April 2013, pukul 09.43 am
Doengoes,
Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E, dkk.2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. Jakarta :
EGC
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta :
EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah Brunner &
Suddarth,
Edisi 8 Volume 3. Jakarta : EGC
No comments:
Post a Comment