PSIKOLOGI KLINIS PSIKOEDUKASI - Mading UNSA

Mading UNSA

Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan

Breaking

Home Top Ad

Saturday, June 22, 2019

PSIKOLOGI KLINIS PSIKOEDUKASI

A.    Pengertian Psikoedukasi
Beberapa tokoh psikologi mendefinisikan Psikoedukasi secara berbeda, yaitu:
Psikoedukasi adalah suatu bentuk pendidikan ataupun pelatihan terhadap seseorang dengan gangguan psikiatri yang bertujuan untuk proses treatment dan rehabilitasi. Sasaran dari psikoedukasi adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan penerimaan pasien terhadap penyakit ataupun gangguan yang ia alami, meningkatkan pertisipasi pasien dalam terapi, dan pengembangan coping mechanism ketika pasien menghadapi masalah yang berkaitan dengan penyakit tersebut. (Goldman, 1998 dikutip dari Bordbar & Faridhosseini, 2010).
Definisi istilah psikoedukasi adalah suatu intervensi yang dapat dilakukan pada individu, keluarga, dan kelompok yang fokus pada mendidik partisipannya mengenai tantangan signifikan dalam hidup, membantu partisipan mengembangkan sumber-sumber dukungan dan dukungan sosial dalam menghadapi tantangan tersebut, dan mengembangkan keterampilan coping untuk menghadapi tantangan tersebut. (Griffith, 2006 dikutip dari Walsh, 2010). Psikoeduakasi adalah treatment yang diberikan secara profesional dimana mengintegrasikan intervensi psikoterapeutik dan edukasi (Lukens & McFarlane, 2004).
Menurut Mottaghipour dan Bickerton (2005), psikoedukasi merupakan suatu tindakan yang diberikan kepada individu dan keluarga untuk memperkuat stategi koping atau suatu cara khusus dalam menangani kesulitan perubahan mental.
Psikoedukasi dirancang terutama untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang penyakit serta mengajarkan teknik yang dapat membantu keluarga untuk mengetahui gejala- gejala penyimpangan perilaku, serta peningkatan dukungan bagi anggota keluarga itu sendiri (Stuart & Sundeen, 2005).
Dengan penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa psikoedukasi adalah suatu bentuk intervensi psikologi, baik individual ataupun kelompok, yang bertujuan tidak hanya membantu proses penyembuhan klien (rehabilitasi) tetapi juga sebagai suatu bentuk pencegahan agar klien tidak mengalami masalah yang sama ketika harus menghadapi penyakit atau gangguan yang sama, ataupun agar individu dapat menyelsaikan tantangan yang mereka hadapi sebelum menjadi gangguan. Psikoedukasi merupakan proses empowerment untuk mengembangkan dan menguatkan keterampilan yang sudah dimiliki untuk menekan munculnya suatu gangguan mental. Karena psikoedukasi dapat diterapkan sebagai bagian dari persiapan sesorang untuk menghadapi berbagai tantangan dalam tiap tahapan perkembangan kehidupan, maka psikoedukasi dapat diterapkan hampir pada setiap seting kehidupan. Selain itu, karena modelnya yang fleksibel, dimana memadukan informasi terkait gangguan tertentu dan alat-alat untuk mengatasi situasi-situasi tertentu, psikoedukasi berpotensi untuk diterapkan pada area yang luar terkait dengan berbagai bentuk gangguan dan tantangan hidup yang bervariasi (Lukens & McFarlane, 2004). Ini menunjukkan bahwa psikoedukasi diterapkan pada berbagai seting misalnya rumah sakit, bisnis, perguruan tinggi, pemerintahan, lembaga pelayanan sosial, dan bahkan militer.
Di dalam Walsh (2010), ia menjelaskan mengenai pengertian psikoedukasi dari Griffiths (2006). Berdasarkan pengertian tersebut, ia ditarik kesimpulan bahwa fokus dari psikoedukasi adalah sebagai berikut:
1.         Mendidik partisipaan mengenai tantangan dalam hidup
2.         Membantu partisipan mengembangkan sumber-sumber dukungan dan dukungan sosial dalam menghadapi tantangan hidup
3.         Mengembangkan keterampilan coping untuk menghadapi tantangan hidup
4.         Mengembangkan dukungan emosional
5.         Mengurangi sense of stigma dari partisipan
6.         Mengubah sikap dan belief dari partisipan terhadap suatu gangguan (disorder)
7.         Mengidentifikasi dan mengeksplorasi perasaan terhadap suatu isu
8.         Mengembangkan keterampilan penyelesaian masalah
9.         Mengembangkan keterampilan crisis-intervention

B.     Tiga Wilayah Layanan Psikoedukasi
1.      Psikoedukasi lingkungan sekolah
a.       Mengenal gaya belajar
b.      Mengenali kesulitan dalam sosial
2.       Psikoedukasi lingkungan industri & organisasi
a.       Meningkatkan soft skill
b.      Mengenal komunikasi yang efektif
3.      Psikoedukasi lingkungan komunitas
a.       Konseling perkawinan
b.      Konseling karir
c.       Konseling rehabilitasi

C.    Bentuk Psikoedukasi
Menurut Walsh (2010), psikoedukasi dapat menjadi intervensi tunggal, tetapi juga sering digunakan bersamaan dengan beberapa intervensi lainnya untuk membantu partisipan menghadapi tantangan kehidupan tertentu. Psikoedukasi tidak sama dengan psikoterapi walaupun kadang terjadi tumpang tindih antara kedua intervensi tersebut. Psikoedukasi kadang ikut menjadi bagian dari sebuah psikoterapi. Walsh (2010) menjelaskan bahwa psikoterapi dapat dipahami sebagai proses interaksi antara seorang profesional dan kliennya (individu, keluarga, atau kelompok) yang bertujuan untuk mengurangi distres, disabiliti, malfungsi dari sistem klien pada fungsi kognisi, afeksi, dan perilaku. Psikoterapi juga lebih fokus pada diri individu yang mendapatkan intervensi, sedangkan psikoedukasi fokus pada sistem yang lebih besar dan mencoba untuk tidak mempatologikan pasien. 
Kebanyakan intervensi psikososial didasarkan pada model medis tradisional yang didesain untuk mengobati patologi, gangguan, dan disfungsi. Sebaliknya, psikoedukasi merefleksikan paradigma yang lebih menyeluruh dengan pendekatan competence-based, menekankan pada kesehatan, kolaborasi, coping, dan empowerment (Dixon, 1999; Marsh, 1992, dikutip dari Lukens & McFarlane, 2004). Psikoedukasi didasarkan pada kekuatan dan fokus pada masa sekarang.
Psikoedukasi tidak hanya bertujuan untuk treatment tetapi juga rehabilitasi. Ini berkaitan dengan mengajarkan seseorang mengenai suatu masalah sehingga mereka bisa menurunkan stres yang terkait dengan masalah tersebut dan mencegah agar masalah tersebut tidak terjadi kembali. Psikoedukasi juga didasarkan pada kekuatan partisipan dan lebih fokus pada saat ini dan masa depan daripada kesulitan-kesulitan di masa lalu.
Psikoedukasi, baik individu ataupun kelompok tidak hanya memberikan informasi-informasi penting terkait dengan permasalahan partisipannya tetapi juga mengajarkan keterampilan-keterampilan yang dianggap penting bagi partisipannya untuk menghadapi situasi permasalahannya. Psikoedukasi kelompok dapat diterapkan pada berbagai kelompok usia dan level pendidikan. Asumpsi lainnya, psikoedukasi kelompok lebih menekankan pada proses belajar dan pendidikan daripada self-awareness dan self-understanding dimana komponen kognitif memiliki proporsi yang lebih besar daripada komponen afektif (Brown, 2011). Namun ini tidak berarti bahwa psikoedukasi sama sekali tidak menyentuh aspek selfawareness dan self-understanding. Hal ini dikembalikan kepada sasaran dari psikoedukasi itu sendiri anak-anak, remaja, dan orang dewasa di berbagai seting.  Psikoedukasi kelompok ini juga dapat terdiri dari 1 sesi ataupun lebih.
Berbicara tentang psikoedukasi kelompok, sekilas tampak serupa dengan konseling dan terapi kelompok. Akan tetapi, terdapat perbedaan-perbedaan yang perlu dihayati sebagai dasar untuk menentukan kompetensi dan pengetahuan apa saja yang diperlukan untuk mengadakan psikoedukasi kelompok. Brown (2011) menjelaskan hal tersebut dalam sebuah tabel yang menjelaskan perbedaan kedua kelompok.

Psikoedukasi Kelompok
Konseling dan Terapi Kelompok
Menekankan pengajaran dan instruksi 
Menekankan pengalaman dan perasaan
Menggunakan aktivitas yang terstruktur dan terencana
Sedikit menggunakan aktivitas yang terstruktur dan terencana
Tujuan kelompok biasanya ditentukan oleh pemimpin kelompok
Tujuan kelompok ditentukan oleh anggota kelompok
Pemimpin     kelompok          berperan sebagai fasilitator, guru
Pemimpin kelompok melakukan pengarahan, intervensi, dan perlindungan terhadap anggotanya
Fokus pada pencegahan
Fokus pada self-awareness
Tidak           ada      pemilihan          terhadap  anggota kelompoknya
Pemilihan anggota kelompok penting untuk dilakukan di awal pembentukannya
Anggota kelompok bisa berjumlah sangat besar 
Biasanya terbatas hanya pada 5-10 anggota kelompok
Pembukaan diri dapat dilakukan tetapi tidak diharuskan
Diharapkan adanya pembukaan diri
Privasi dan kerahasiaan bukan merupakan penekanan utama
Privasi dan kerahasiaan menjadi hal penting dan mendasar
Sesinya dapat dibatasi hingga hanya menjadi satu sesi
Biasanya terdiri dari beberapa sesi
Penekanan pada tugas
Penekanan pada mempertahankan
keberlangsungan kelompok daripada tugas
Tabel 1. Perbandingan antara Psikoedukasi Kelompok dan  Konseling & Terapi Kelompok
Brown (2011) menjelaskan psikoedukasi dengan lebih luas. Psikoedukasi kelompok dapat bervariasi dari hanya berupa kelompok diskusi hingga menjadi suatu kelompok self-help. Beberapa bentuk kelompok yang termasuk dalam psikoedukasi namun memiliki setting dan konten informasi yang berbeda, misalnya task group yang bertujuan untuk pencapaian penyelesaian tugas. Training/work group bertujuan untuk membuat partisipannya mampu memenuhi harapan dari pekerjaannya. Training/social skill group fokus pada pengembangan keterampilan sosial yang bertujuan untuk pencegahan ataupun remedial. Contoh-contoh kelompok tersebut adalah bagian kecil dari psikoedukasi yang disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan dari kelompok tersebut.

D.    Aplikasi Psikoedukasi di Bidang Klinis
Psikoedukasi dapat digunakan dalam berbagai seting situasi. Untuk bidang klinis sendiri, psikoedukasi banyak  digunakan bersamaan dengan psikoterapi pada klien-klien dengan gangguan psikologi, di sekolah atau instansi pendidikan ataupun pada health psychology atau medical psychology. Misalnya psikoedukasi pada skizofrenia, bipolar disorder, depresi, penggunaan narkoba ataupun alkohol. Psikoedukasi diberikan agar klien tersebut memiliki pemahaman dan penerimaan terhadap gangguannya untuk menghindari terjadinya kemungkinan relapse. Psikoedukasi tidak hanya diberikan kepada klien, tetapi juga kepada anggota keluarga sebagai suatu sistem dukungan sosial terdekat bagi klien. Untuk penerapan pada instansi atau organisasi misalnya adalah penerapan pada sekolah dan universitas. Psikoedukasi yang diberikan biasanya terkait dengan topik-topik tertentu, misalnya bullying, bahaya narkoba, kesehatan reproduksi, ataupun kekerasan dalam pacaran. Psikoedukasi pada sekolah biasanya menjadi bagian dari Bimbingan Konseling sesuai dengan kebutuhan siswa.
Untuk bidang health psychology atau medical psychology, psikoedukasi banyak diterapkan pada pasien-pasien penderita penyakit tertentu. Misalnya pada pasien diabetes, mereka mendapatkan psikoedukasi mengenai gaya hidup yang mendukung kesembuhan mereka atau setidaknya mendukung dalam menjaga kadar gula darah mereka. Contoh lainnya pada pasien-pasien kanker yang membutuhkan perawatan khusus dan perubahan gaya hidup untuk mencegah agar kanker tidak menyerang kembali. Psikoedukasi juga diberikan kepada anggota keluarga ataupun orang yang berkepentingan untuk merawat pasien tersebut. Penerapan-penerapan psikoedukasi itu sendiri sudah banyak dilaksanakan di negara-negara barat dan negara maju. Di Indonesia sendiri, psikoedukasi belum banyak diterapkan secara luas.


Sumber:
            Rachmaniah, (2012), Pengaruh Psikoedukasi terhadap Kecemasan dan koping Orang Tua dalam Merawat Anak dengan Thalasemia Mayor di RSU Kabupaten Tangerang Banten, Tesis.

No comments:

Post a Comment