A.
Pengertian
Psikoedukasi
Beberapa
tokoh psikologi mendefinisikan Psikoedukasi secara berbeda, yaitu:
Psikoedukasi adalah suatu
bentuk pendidikan ataupun pelatihan terhadap seseorang dengan gangguan
psikiatri yang bertujuan untuk proses treatment dan rehabilitasi. Sasaran dari
psikoedukasi adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan penerimaan pasien terhadap
penyakit ataupun gangguan yang ia alami, meningkatkan pertisipasi pasien dalam
terapi, dan pengembangan coping mechanism
ketika pasien menghadapi masalah yang berkaitan dengan penyakit tersebut.
(Goldman, 1998 dikutip dari Bordbar & Faridhosseini, 2010).
Definisi istilah psikoedukasi
adalah suatu intervensi yang dapat dilakukan pada individu, keluarga, dan
kelompok yang fokus pada mendidik partisipannya mengenai tantangan signifikan
dalam hidup, membantu partisipan mengembangkan sumber-sumber dukungan dan
dukungan sosial dalam menghadapi tantangan tersebut, dan mengembangkan
keterampilan coping untuk menghadapi tantangan tersebut. (Griffith, 2006
dikutip dari Walsh, 2010). Psikoeduakasi adalah treatment yang diberikan secara profesional dimana mengintegrasikan
intervensi psikoterapeutik dan edukasi (Lukens & McFarlane, 2004).
Menurut Mottaghipour
dan Bickerton (2005), psikoedukasi merupakan suatu tindakan yang diberikan
kepada individu dan keluarga untuk memperkuat stategi koping atau suatu cara
khusus dalam menangani kesulitan perubahan mental.
Psikoedukasi dirancang terutama untuk
meningkatkan pengetahuan keluarga tentang penyakit serta mengajarkan
teknik yang dapat membantu keluarga untuk mengetahui gejala-
gejala penyimpangan perilaku, serta peningkatan dukungan bagi anggota
keluarga itu sendiri (Stuart & Sundeen, 2005).
Dengan penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa
psikoedukasi adalah suatu bentuk intervensi psikologi, baik individual ataupun
kelompok, yang bertujuan tidak hanya membantu proses penyembuhan klien
(rehabilitasi) tetapi juga sebagai suatu bentuk pencegahan agar klien tidak
mengalami masalah yang sama ketika harus menghadapi penyakit atau gangguan yang
sama, ataupun agar individu dapat menyelsaikan tantangan yang mereka hadapi
sebelum menjadi gangguan. Psikoedukasi merupakan proses empowerment
untuk mengembangkan dan menguatkan keterampilan yang sudah dimiliki untuk
menekan munculnya suatu gangguan mental. Karena psikoedukasi dapat diterapkan
sebagai bagian dari persiapan sesorang untuk menghadapi berbagai tantangan
dalam tiap tahapan perkembangan kehidupan, maka psikoedukasi dapat diterapkan
hampir pada setiap seting kehidupan. Selain itu, karena modelnya yang
fleksibel, dimana memadukan informasi terkait gangguan tertentu dan alat-alat
untuk mengatasi situasi-situasi tertentu, psikoedukasi berpotensi untuk
diterapkan pada area yang luar terkait dengan berbagai bentuk gangguan dan
tantangan hidup yang bervariasi (Lukens & McFarlane, 2004). Ini menunjukkan
bahwa psikoedukasi diterapkan pada berbagai seting misalnya rumah sakit,
bisnis, perguruan tinggi, pemerintahan, lembaga pelayanan sosial, dan bahkan
militer.
Di dalam Walsh (2010), ia menjelaskan mengenai
pengertian psikoedukasi dari Griffiths (2006). Berdasarkan pengertian tersebut,
ia ditarik kesimpulan bahwa fokus dari psikoedukasi adalah sebagai berikut:
1.
Mendidik partisipaan mengenai tantangan
dalam hidup
2.
Membantu partisipan mengembangkan
sumber-sumber dukungan dan dukungan sosial dalam menghadapi tantangan hidup
3.
Mengembangkan keterampilan coping
untuk menghadapi tantangan hidup
4.
Mengembangkan dukungan emosional
5.
Mengurangi sense of stigma dari
partisipan
6.
Mengubah sikap dan belief
dari partisipan terhadap suatu gangguan (disorder)
7.
Mengidentifikasi dan mengeksplorasi
perasaan terhadap suatu isu
8.
Mengembangkan keterampilan penyelesaian
masalah
9.
Mengembangkan keterampilan crisis-intervention
B.
Tiga
Wilayah Layanan Psikoedukasi
1.
Psikoedukasi lingkungan sekolah
a. Mengenal
gaya belajar
b. Mengenali
kesulitan dalam sosial
2.
Psikoedukasi lingkungan industri &
organisasi
a. Meningkatkan
soft skill
b. Mengenal
komunikasi yang efektif
3.
Psikoedukasi lingkungan komunitas
a. Konseling
perkawinan
b. Konseling
karir
c. Konseling
rehabilitasi
C.
Bentuk
Psikoedukasi
Menurut Walsh (2010), psikoedukasi dapat menjadi
intervensi tunggal, tetapi juga sering digunakan bersamaan dengan beberapa
intervensi lainnya untuk membantu partisipan menghadapi tantangan kehidupan
tertentu. Psikoedukasi tidak sama dengan psikoterapi walaupun kadang terjadi
tumpang tindih antara kedua intervensi tersebut. Psikoedukasi kadang ikut
menjadi bagian dari sebuah psikoterapi. Walsh (2010) menjelaskan bahwa
psikoterapi dapat dipahami sebagai proses interaksi antara seorang profesional
dan kliennya (individu, keluarga, atau kelompok) yang bertujuan untuk
mengurangi distres, disabiliti, malfungsi dari sistem klien pada fungsi
kognisi, afeksi, dan perilaku. Psikoterapi juga lebih fokus pada diri individu
yang mendapatkan intervensi, sedangkan psikoedukasi fokus pada sistem yang lebih
besar dan mencoba untuk tidak mempatologikan pasien.
Kebanyakan intervensi psikososial didasarkan pada
model medis tradisional yang didesain untuk mengobati patologi, gangguan, dan
disfungsi. Sebaliknya, psikoedukasi merefleksikan paradigma yang lebih menyeluruh
dengan pendekatan competence-based,
menekankan pada kesehatan, kolaborasi, coping,
dan empowerment (Dixon, 1999; Marsh,
1992, dikutip dari Lukens & McFarlane, 2004). Psikoedukasi didasarkan pada
kekuatan dan fokus pada masa sekarang.
Psikoedukasi tidak hanya bertujuan untuk treatment
tetapi juga rehabilitasi. Ini berkaitan dengan mengajarkan seseorang mengenai
suatu masalah sehingga mereka bisa menurunkan stres yang terkait dengan masalah
tersebut dan mencegah agar masalah tersebut tidak terjadi kembali. Psikoedukasi
juga didasarkan pada kekuatan partisipan dan lebih fokus pada saat ini dan masa
depan daripada kesulitan-kesulitan di masa lalu.
Psikoedukasi, baik individu ataupun kelompok tidak
hanya memberikan informasi-informasi penting terkait dengan permasalahan
partisipannya tetapi juga mengajarkan keterampilan-keterampilan yang dianggap
penting bagi partisipannya untuk menghadapi situasi permasalahannya.
Psikoedukasi kelompok dapat diterapkan pada berbagai kelompok usia dan level
pendidikan. Asumpsi lainnya, psikoedukasi kelompok lebih menekankan pada proses
belajar dan pendidikan daripada self-awareness
dan self-understanding dimana komponen
kognitif memiliki proporsi yang lebih besar daripada komponen afektif (Brown,
2011). Namun ini tidak berarti bahwa psikoedukasi sama sekali tidak menyentuh
aspek selfawareness dan self-understanding.
Hal ini dikembalikan kepada sasaran dari psikoedukasi itu sendiri anak-anak,
remaja, dan orang dewasa di berbagai seting.
Psikoedukasi kelompok ini juga dapat terdiri dari 1 sesi ataupun lebih.
Berbicara tentang psikoedukasi kelompok, sekilas
tampak serupa dengan konseling dan terapi kelompok. Akan tetapi, terdapat
perbedaan-perbedaan yang perlu dihayati sebagai dasar untuk menentukan
kompetensi dan pengetahuan apa saja yang diperlukan untuk mengadakan
psikoedukasi kelompok. Brown (2011) menjelaskan hal tersebut dalam sebuah tabel
yang menjelaskan perbedaan kedua kelompok.
Psikoedukasi Kelompok
|
Konseling dan Terapi Kelompok
|
Menekankan
pengajaran dan instruksi
|
Menekankan
pengalaman dan perasaan
|
Menggunakan
aktivitas yang terstruktur dan terencana
|
Sedikit menggunakan aktivitas
yang terstruktur dan terencana
|
Tujuan
kelompok biasanya ditentukan oleh pemimpin kelompok
|
Tujuan
kelompok ditentukan oleh anggota kelompok
|
Pemimpin
kelompok berperan sebagai fasilitator, guru
|
Pemimpin
kelompok melakukan pengarahan, intervensi, dan perlindungan terhadap
anggotanya
|
Fokus
pada pencegahan
|
Fokus
pada self-awareness
|
Tidak
ada pemilihan terhadap anggota kelompoknya
|
Pemilihan
anggota kelompok penting untuk dilakukan di awal pembentukannya
|
Anggota
kelompok bisa berjumlah sangat besar
|
Biasanya
terbatas hanya pada 5-10 anggota kelompok
|
Pembukaan
diri dapat dilakukan tetapi tidak diharuskan
|
Diharapkan
adanya pembukaan diri
|
Privasi
dan kerahasiaan bukan merupakan penekanan utama
|
Privasi
dan kerahasiaan menjadi hal penting dan mendasar
|
Sesinya
dapat dibatasi hingga hanya menjadi satu sesi
|
Biasanya
terdiri dari beberapa sesi
|
Penekanan
pada tugas
|
Penekanan pada mempertahankan
keberlangsungan
kelompok daripada tugas
|
Tabel 1. Perbandingan
antara Psikoedukasi Kelompok dan
Konseling & Terapi Kelompok
Brown (2011) menjelaskan psikoedukasi dengan lebih
luas. Psikoedukasi kelompok dapat bervariasi dari hanya berupa kelompok diskusi
hingga menjadi suatu kelompok self-help.
Beberapa bentuk kelompok yang termasuk dalam psikoedukasi namun memiliki
setting dan konten informasi yang berbeda, misalnya task group
yang bertujuan untuk pencapaian penyelesaian tugas. Training/work group
bertujuan untuk membuat partisipannya mampu memenuhi harapan dari pekerjaannya.
Training/social skill group
fokus pada pengembangan keterampilan sosial yang bertujuan untuk pencegahan
ataupun remedial. Contoh-contoh kelompok tersebut adalah bagian kecil dari psikoedukasi
yang disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan dari kelompok tersebut.
D.
Aplikasi
Psikoedukasi di Bidang Klinis
Psikoedukasi dapat digunakan dalam berbagai seting
situasi. Untuk bidang klinis sendiri, psikoedukasi banyak digunakan bersamaan dengan psikoterapi pada
klien-klien dengan gangguan psikologi, di sekolah atau instansi pendidikan
ataupun pada health psychology atau
medical psychology. Misalnya psikoedukasi
pada skizofrenia, bipolar disorder, depresi, penggunaan narkoba ataupun
alkohol. Psikoedukasi diberikan agar klien tersebut memiliki pemahaman dan
penerimaan terhadap gangguannya untuk menghindari terjadinya kemungkinan
relapse. Psikoedukasi tidak hanya diberikan kepada klien, tetapi juga kepada
anggota keluarga sebagai suatu sistem dukungan sosial terdekat bagi klien.
Untuk penerapan pada instansi atau organisasi misalnya adalah penerapan pada
sekolah dan universitas. Psikoedukasi yang diberikan biasanya terkait dengan
topik-topik tertentu, misalnya bullying,
bahaya narkoba, kesehatan reproduksi, ataupun kekerasan dalam pacaran. Psikoedukasi
pada sekolah biasanya menjadi bagian dari Bimbingan Konseling sesuai dengan
kebutuhan siswa.
Untuk bidang health psychology atau
medical psychology, psikoedukasi banyak
diterapkan pada pasien-pasien penderita penyakit tertentu. Misalnya pada pasien
diabetes, mereka mendapatkan psikoedukasi mengenai gaya hidup yang mendukung
kesembuhan mereka atau setidaknya mendukung dalam menjaga kadar gula darah
mereka. Contoh lainnya pada pasien-pasien kanker yang membutuhkan perawatan
khusus dan perubahan gaya hidup untuk mencegah agar kanker tidak menyerang
kembali. Psikoedukasi juga diberikan kepada anggota keluarga ataupun orang yang
berkepentingan untuk merawat pasien tersebut. Penerapan-penerapan psikoedukasi
itu sendiri sudah banyak dilaksanakan di negara-negara barat dan negara maju.
Di Indonesia sendiri, psikoedukasi belum banyak diterapkan secara luas.
Sumber:
Rachmaniah,
(2012), Pengaruh Psikoedukasi terhadap Kecemasan dan koping Orang Tua dalam
Merawat Anak dengan Thalasemia Mayor di RSU Kabupaten Tangerang Banten, Tesis.
No comments:
Post a Comment